Sejarah DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara
Embrio
terbentuknya badan Legislatif di Kabupaten Kutai Kartanegara bermula
dari era Pemerintahan Hindia Belanda yang diberi nama DEWAN KUTAI yang
pada masa itu masih berstatus Pemerintahan Swapraja pada tanggal 26
Agustus 1947 oleh Gubernur Jenderal Letnan Dr. H.J. Van Mook
Khusus untuk Swapraja Kutai, karena terlalu luas wilayahnya
maka dibentuk 2 Dewan yakni Dewan Kutai dan Dewan Kutai Ulu. Dewan
Kutai berpusat di Tenggarong sementara Dewai Kutai Ulu yang mewakili
rakyat daerah hulu Mahakam/ Pedalaman berkedudukan di Long Iram, ibukota
Kewedanaan Kutai Ulu.
Namun setelah lebih dari 100 hari terbentuknya Republik Indonesia di
Yogyakarta, tepatnya pada tanggal 10 April 1950, Federasi Kalimantan
Timur beserta alat-alat kelangkapan Pemerintahannya termasuk Dewan
Kutai, Bulongan, Berau dan Pasir secara otomatis dibubarkan, sekaligus
diberlakukannya UU No. 22/1948 dan PP NO. 39/1950 tentang Pembentukan
DPRD Sementara yang membuka kesempatan untuk pembentukan sebuah lembaga
demokrasi.
Pada tanggal 7 Januari
1953, seiring dengan keluarnya UU Darurat No. 3/1953, tentang
Pembentukan (resmi) Daerah Otonom Kabupaten/Daerah Istimewa Tingkat
Kabupaten dan kota Besar dalam Propinsi Kaltim, sebutan Swapraja dirubah
menjadi Daerah Istimewa (setingkat Kabupaten), yang Kepala Daerahnya
dipimpin oleh keturunan keluarga Sultan Kutai yang berkuasa sejak zaman
sebelum Kemerdekaan.
Pada tahun 1956 diterbitkan UU No. 14/1956 yang memuat
tentang pembentukan DPRD dan DPD (Dewan Pemerintahan Daerah) Peralihan
Otonom, yang komposisinya terdiri dari wakil-wakil partai politik,
organisasi maupun kumpulan perorangan berdasarkan jumlah suara yang
diperoleh dimasing-masing daerahnya. Untuk DPRD-P Daerah Istimewa
Kutai jumlahnya 20 orang (Permendagri No.12/1956) dengan komposisi:
- Masyumi | 6 |
- Partai Nasional Indonesia | 4 |
- Nahdlatul Ulama | 3 |
- Partai Syarikat Islam | 2 |
- PIR Hazairin | 1 |
- Partai Katholik | 1 |
- Partai Komunis Indonesia | 1 |
- Partai Rakyat Indonesia | 1 |
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Peralihan Daerah Istimewa
Kutai ini dilantik pada tanggal 20 Oktober 1956 di ibukota Daerah
Istimewa Kutai yakni Samarinda.
Pada tanggal 14 Januari 1958, Dewan peralihan
ini diganti dan dilantik anggotanya menjadi DPRD yang
berjumlah 30 orang,
terdiri dari PNI 8 kursi, Masyumi 6 kursi, NU 4 kursi, PSI 4
kursi, PKI 3 kursi, PIR Hazairin 2 kursi serta PSII, Partai Murba dan
Persatuan Daya masing-masing 1 kursi. Pelantikan DPRD Daerah Istimewa
ini berlangsung di kota Tenggarong.
Pada tahun 1959, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan UU No.
27/1959 tentang Penghapusan Daerah-Daerah Swapraja sekaligus Pembentukan
Daerah-Daerah Tingkat II di Kalimantan Timur. Daerah Istimewa Kutai
dipecah menjadi 3 Daerah Tingkat II, yakni
Kabupaten Kutai, Kotamadya Samarinda dan Kotamadya Balikpapan.
Pada tanggal 21 Januari 1960, Kepala Daerah istimewa Kutai Sultan Kutai
Aji Mohammad Parikesit yang berkuasa selama kurang lebih 39 tahun di
Kutai Kartanegara melakukan serah terima jabatan kepada Aji Raden Padmo
selaku Bupati Kabupaten Kutai yang pertama.
Pada tanggal 10 April 1967, terbentuk DPRD-GR (Gotong Royong)
dengan anggota sebanyak 30 orang yang dilantik oleh Gubernur Kalimantan
Timur Kolonel Soekardi. Adapun komposisi DPRD-GR periode 1966/1971
adalah:
Anggota BPH:
1. Mohammad Roesli dari PNI
2. Iskandar LS dari NU.
3. Johan Gimak Sombeng dari PARTINDO.
4. Mohammad Masjkun dari IPKI.
1. Mohammad Roesli dari PNI
2. Iskandar LS dari NU.
3. Johan Gimak Sombeng dari PARTINDO.
4. Mohammad Masjkun dari IPKI.
Anggota DPRD-GR terdiri dari :
I. Partai Politik | ||
1.
|
PNI | 9 |
2.
|
NU | 3 |
3. | PSII | 1 |
4. | PARKINDO | 1 |
5. | IP-KI | 1 |
6. | MURBA | 1 |
II. Golongan Karya berafiliasi | ||
1.
|
Karya Alim Ulama Katholik | 9 |
2.
|
Karya Tani Nelayan IPKI | 3 |
3. | Karya Pemuda | 1 |
4. | Karya Alim Ulama PSII | 1 |
5. | Karya Seniman | 1 |
6. | Karya Wanita | 1 |
7. | Karya Wanita PNI | 1 |
8. | Karya Buruh NU | 1 |
9. | Karya Alim Ulama Islam NU | 1 |
III. Golongan Karya Non Afiliasi
Karya AKRI, Karya Veteran, Karya Pendidik, Karya Koperasi dan Karya Muhammadiyah masing-masing 1 Kursi. Jumlah keseluruhan 30 Kursi.
(Sumber: "Dari Swapraja Ke Kabupaten" - Drs. Anwar Soetoen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar